Depan Profil Desa Sejarah Desa

Sejarah Desa

Berdasarkan data-data yang didapat dan pemerintanan desa, wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat, cerita/kisah yang disampaikan secara turun temurun dalam masyarakat desa, maka didapatah infomasi mengenai/asal-usul Desa Sukamukti berikut ini.
 
Masyarakat sukamukti mempercayai bahwa orang yang pertama kali ngababakan (tinggal dan membentuK suatu perkampungan) adalah Ki Panji, atau lebih dikenal dengan sebutan Embah Buyut Panji, hingga saat ini lokasi tempat Ki Panji ngababakan disebut Blok Babakan yang saat ini berupa hamparan sawah dan kebun yang terletak di Barat Laut desa Sukamukti. Mengingat kampung Babakan kala itu dianggap kurang aman, sering terjadi bencana alam, terutama banjir bandang, maka kampung ditinggalkan dan kembali menjadi sawah dan kebun, sementara penduduk berpindah dan membuat perkampungan baru yang saat ini dikenal dengan sebutan Blok Karang Anyar.
 
Kisah lain menyebutkan, Pada zaman dahulu di lereng timur gunung Ciremai yang sekarang dikenal dengan nama Desa Sukamukti, terdapat sebuah perkampungan yang disebut Sedamecak, di tempat tersebut tinggal tiga orang tokoh yang bertugas menyebarkan agamanya masing-masing, ketiga orang tokoh tersebut adalah: Ki Bima Pertala yang mempunyai misi menyebarkan Agama Hindu, Ki Langlang Buana yang mempunyai misi menyebarkan Agama Islam, Ki Patapan yang juga mempunyai misi yang sama dengan Ki Langlang Buana yaitu menyebarkan agama Islam.
 
Dalam menjalankan misi menyebarkan agama yang mereka bawa, seringkali terjadi perselisihan antara Ki Bima Pertala yang Hindu dengan Ki Langlang Buana dan Ki Patapan yang islam, hal ini memang sangat bisa dipahami karena terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara Hindu dan Islam. Alkisah singkat cerita pada akhirnya agama islam lebih bisa diterima dan mendapat tempat dihati penduduk setempat, sehingga satu persatu masyarakat setempat mengucapkan dua kalimat sahadat dan memeluk agama lslam. Perselisihan yang terjadi antara Ki Bima Pertala yang Hindu dengan Ki Langlang Buana dan Ki Patapan yang Islam memang sering terjadi, akan tetapi hal tersebut tidak menjadikan sebuah permusuhan yang berlarut-larut, hingga akhir hayatnya ketiga tokoh tersebut dapat tetap hidup berdampingan walau keyakinan mereka berbeda. Hal ini terbukti dengan dibuatnya sebuah Patung atau Arca yang terbuat dari kayu Untuk mengenang Ki Bima Pertala, yang hingga saat ini masih dapat dilihat di situs Balong Gede, Desa Sukamukti, adapun waktu atau tahun pembuatan Patung/Arca tersebut sampai saat ini belum diketahui secara pasti, diperkirakan patung/arca tersebut telah berusia mencapai ratusan tahun.
 
Kisah yang lain menyebutkan bahwa Pangeran Sapirin, titisan Prabu Luragung Arkadibrata, setelah masuk slam oleh Gusti Hyang Hidayatullah diutus ke arah barat dan kemudian singgah di Desa Sukamukti, sesampianya di Desa Sukamukti beliau membuat kolam yang cukup besar sehingga terkenal dengan sebutan BALONG GEDE dan ditengah-tengahnya ada sebuah Balai Kambang tempat beristirahat sekaligus tempat beribadah. Keadaan wilayah Desa Sukamukti pada Waktu itu berbentuk sama dengan balong Gede dan dari situlah terpetik cerita atau mitos, apabila dikemudian Hari bentuk desa jauh berbeda dengan bentuk BALONG GEDE, maka akan terbentuk sebuah Desa Baru. Sepulangnya dari menjalankan ibadah haji di Mekah, Pangeran Sapirin Manjadi mendapat julukan Haji Gede, beliau meninggalkan sebuah patung dari Kayu yang diberi nama BIMA PERTALA, menjelang akhir hayatnya Pangeran Sapirin Berpesan agar dimakamkan disekitar area situs BALONG GEDE.
 
Dari Kisah ini dapat terlihat betapa tingginya nilai seni Budaya yang dimilki pada saat itu, Pangeran Sapirin sebelum wafat pernah mengatakan bahwa dikemudian hari akan lahir pemahat patung dan membuat Wayang Golek di desa ini, dan akan banyak laki-laki yang berambut panjang. Pada bagian lain perkampungan tersebut ada seorang tokoh yang cukup berpengaruh yang bernama Ki Gandri, atau Embah Buyut Gandri, masyarakat setempat mengenal sosok Ki Gandri sebagai seorang tokoh yang memiliki ilmu sakti atau dikenal sebagai seorang tokoh yang Sakti Mandraguna, Luhur Elmu Jembar Pangabisa, Sakti manggulang-mangguling, bahkan karena saking terkenal kesaktiannya Ki Gandi pun punya julukan lain yaitu Ki Indra Sakti.
 
Suatu hari Ki Gandri berkesempatan menghadap Embah Kuwu Cirebon, dalam kesempatan tersebut Ki Gandri tidak sendiri, ia ditemani oleh seorang anak laki-laki yang berusia sekitar empat tahun, sambil membawa bibit jambu kelutuk Ki Gandri menghadap Ki Kuwu Cirebon. Salah satu tujuan Ki Gandri menghadap Ki Kuwu Cirebon waktu itu adalah untuk meminta pendapat sang Kuwu Cirebon guna menamai perkampungan yang selama ini ditempatinya. Menurut cerita Ki Kuwu Cirebon sangat terperangah dan terpana ketika melihat sosok seorang anak laki-laki yang menemani ki Gandri, dalam pandangan Ki Kuwu Cirebon sosok anak laki-laki tersebut sungguh istimewa, wajahnya sangat tampan dan sungguh rupawan, serba pantas dan serasi baik dalam tingkah laku, tutur kata dan cara berpakaiannya sama sekali tidak menampakkan sebagai seorang anak kampung, lebih pantas jika disejajarkan dengan anak-anak keluarga menak/bangsawan pada jaman itu. Mungkin Ki Kuwu Cirebon terinspirasi oleh ketampanan anak laki-laki itu, sehingga dengan tanpa berpikir panjang seketika itu pula Ki Kuwu Cirebon memberi nama kampung tempat tinggal Ki Gandri tersebut dengan nama SEDAMECAK. Sedamecak sendiri mempunyai Pengertian Anak yang Pantas, jika di urai per kata, adalah sebagai berikut Seda artinya Anak, sedangkan Mecak artinya Pantas.
 
Berdasarkan cerita masyarakat setempat yang dikisahkan secara turun temurun, antara desa Sedamecak dan Cirebon mempunyai hubungan ikatan kekeluargaan Yang erat, bahkan ketika suatu saat ketika Mesjid Agung Cirebon akan di dirikan, Ki Kuwu Cirebon meminta bantuan kepada Ki Gandri untuk menyiapkan 200 batang bambu untuk keperluan pembangunan masjid tersebut. Ki Gandri pun menyanggupinya, 1apun segera bergegas menuju hutan bambu yang berada di sebelah barat desa Sedamecak, setelah bambu itu di tebang dan terkumpul bambu tersebut di bagi menjadi dua ikat yang masing-masing menjadi 100 batang. Dengan kekuatan kesaktiannya, ikatan bambu yang berisi 100 bambu itu segera di angkut dengan cara di pikul untuk di bawa ke Cirebon, dan sebagian lagi di letakan dengan posisi disenderkan ke sebuah pohon nangka yang ada di tempat ia mengumpulkan bambu tersebut. Setelah 100 batang bambu pertama selesai di antarkan, ternyata hari sudah menjelang senja, maka Ki Gandri pun memutuskan untuk mengantarkan sisa batang bambu esok hari. Pagi-pagi sekali Ki Gandri bergegas menuju hutan tempat diletakkannya sisa batang bambu yang belum sempat diantarkannya, dan ia pun langsung mengangkat batang bambu yang berjumlah seratus batang tersebut kepundaknya lalu mengantarkannya ke Cirebon. Begitu Ki Gandri pergi meninggalkan tempat tersebut untuk mengantarkan bambu, beberapa orang warga yang lewat ke tempat tersebut dikagetkan oleh kejadian yang aneh, pohon nangka yang awalnya berdiri tegak menjadi miring/doyong, atau dalam bahasa setempat Bongkok. Maka kabar tersebutpun langsung menyebar dari mulut ke mulut di seantero desa, hingga akhirnya tempat tersebut dikenal dengan sebutan Blok Nangka Bongkok.
 
Setibanya di Cirebon dan setelah selesai mengantarkan batang bambu yang kedua, Ki Gandri di perintahkan untuk segera kembali ke Sedamecak oleh Ki Kuwu Cirebon, karena menurut penerawangan Ki Kuwu Cirebon sedang terjadi sesuatu kejadian luar biasa di Sedamecak, yang memerlukan kehadiran Ki Gandri sesegera mungkin. Ki Gandri pun bertanya-tanya ada apa gerangan yang terjadi di Sedamecak, tanpa membuang-buang waktu iapun segera pamit untuk kembali ke Sedamecak, karena ia menganggap ini sesuatu yang sangat darurat maka iapun memanfaatkan ilmu kesaktian yang ia miliki untuk segera sampai di Sedamecak dalam waktu secepat mungkin, iapun bersedekap dan mulutnya membacakan sesuatu lalu menghentakkan kakinya ke bumi sebanyak tiga kali. seketika itu pula terdengar suara gemuruh yang sangat keras melebihi halilintar hingga banyak penduduk yang ketakutan mendengar suara itu, dan sesaat kemudian bunyi gemuruhpun reda, dan sungguh ajaib Ki Gandri pun sudah berada kembali di Sedamecak hanya dalam hitungan detik. Sesampainya di Sedamecak ternyata kejadian luar biasa yang dimaksud adalah Pohon Nangka yang dipakai menyandarkan batang bambu oleh Ki Gandri yang awalnya berdiri tegak berubah menjadi doyong/bongkok.
 
Suara Gemuruh yang terjadi saat kepulangan Ki Gandri dari Cirebon ternyata akibat dari ilmu kesaktian yang dimiliki oleh Ki Gandri yang dikenal dengan ilmu Pamecatan yang konon menurut cerita hanya digunakan satu kali oleh Ki Gandri, dan kejadian tersebut menjadi buah bibir penduduk desa waktu itu, Sehingga sejak kejadian tersebut nama desa Sedamecak berubah menjadi SADAMECAT, yang jika diartikan adalah: Sada artinya Bunyi/Suara, sedangkan Mecat adalah Gemuruh yang diakibatkan oleh ilmu Pamecatan yang dimiliki oleh Ki Gandri. Menjelang akhir hayatnya Ki Gandri berpesan agar dimakamkan di lokasi yang sekarang dikenal dengan nama Blok Nangka Bongkok, iapun menyempaikan beberapa wasiat berupa Nasihat, yang pertama yaitu Apabila ada seseorang yang masuk ke Desa Sadamecat, khususnya yang melewati Buyut Bodas (yang sekarang dikenal dengan sebutan Mungkal Bodas yang lokasinya di sebelah utara sadamecat) sebaiknya mengucapkan salam terlebih dahulu, Kalau tidak, orang tersebut akan menemui kemalangan/apes walaupun mempunyai ilmu yang tinggi; dan yang kedua adalah Apabila ada orang yang berniat jahat di Desa Sadamecat, maka lambat laun orang tersebut akan ketahuan/ tertangkap. Ki Gandri juga meninggalkan dua buah kitab, yang konon katanya (pada tahun 1948) masih ada dan disimpan oleh seorang warga. Akan tetapi saat ini nama kitab maupun keberadaannya tidak diketahui. Adapun soal nama Sadamecat terdapat perbedaan pendapat mengenai sejarah nama tersebut, sebagian orang menganggap antara Sedamecak dan Sadamecat adalah satu nama, hanya saja karena logat bahasa nama yang tadinya Sedamecak, seiring perjalanan waktu banyak warga yang salah mengucapkan pada akhirnya berubah menjadi Sadamecat.
 
Hawangan Tonggoh
 
Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sadamecat yang rata-rata bertani tentu saja membutuhkan pasokan air yang memadai, untuk memenuhi kebutuhan air tersebut, seorang tokoh masyarakat yang bernama Ki Hawuk (atau lebih dikenal dengan sebutan Embah Buyut Hawuk) berinisiatif untuk membuat saluran air guna mengairi sawah-sawah yang ada di Sadamecat, ia berhasil membuat dua saluran air yang masing masing berada di sisi kiri dan kanan sungai Cilengkrang. Menurut cerita pembuatan saluran air tersebut hanya berbentuk parit kecil yang mengalir dari Sungai cilengkrang ke arah utara yang pada perkembangannya saat ini menjadi saluran induk yang lebih dikenal dengan Hawangan Tonggoh, adapun saluran satunya lagi mengalir dari Sungai Cilengkrang kearah selatan yang sekarang dikenal dengan nama Hawangan Pajambon, adapun tahun pembuatan saluran tersebut hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti.
 
Yang menarik adalah hingga saat ini (2012), masih terdapat benda peninggalan Ki Hawuk yang berupa tempat duduk berupa kayu bundar yang oleh penduduk setempat disebut JOJODOG, yang terbuat dari kayu randu, yang hingga saat ini benda tersebut masih dapat ditemui walaupun memang kondisinya sudah rapuh dan tidak utuh lagi karena dimakan usia. Saat ini benda tersebut disimpan dan dirawat oleh Raksabumi Desa Sukamukti. Untuk mengenang jasa beliau, setiap tahunnya diadakan semacam Upacara adat dengan nama PAPALIDAN, yang biasanya dilaksanakan di awal musim tanam. acara tersebut diikuti oleh seluruh perangkat desa dan warga Masyarakat, dengan harapan mendapat berkah dari Allah yang maha kuasa, adapun salah satu ciri khas acara tersebut adalah ritual melarung/menghanyutkan (malidkeun) Jojodog Ki Hawuk yang lokasinya di Hawangan Tonggoh.
Pada tahun 1948 nama Sadamecat sempat Berganti nama menjadi Sumulia, namun menurut cerita nama itu hanya bertahan sekitar sepuluh hari saja karena sebagian besar masyarakat merasa tidak cocok dengan nama itu, pada akhirnya seorang tokoh/sesepuh desa yang juga seorang Juru Tulis yang bernama Setia Hadisastra mengambil inisiatif untuk mengadakan Riungan (rapat) guna membahas nama desa tersebut. Setelah melalui pembahasan yang cukup alot pada akhirnya riungan tersebut sepakat untuk mengguanakan sebuah nama untuk desa tersebut, adapun nama yang disepakati oleh masyarakat untuk dijadikan nama desa tersebut adalah "SUKAMUKTI", yang mempunyai arti Senang dan Sejahtera.
 
Pada sekitar tahun 1948 sampai 1949 ketika belanda melakukan agresi militer ke dua, desa sukamukti merupakan basis bagi para gerilyawan yang saat itu berjuang melawan agresi militer Belanda, sehingga Desa Sukamukti saat itu Sempat mendapat julukan/sebutan Jogja Ke-dua. Bangunan Balai Desa dan alun-alun Desa semula terletak disebelah Barat Mesjid (50 M), pada masa kepemimpinan Kuwu Windu, balai Desa dan Alun-alun dipindahkan ke lokasi yang seperti saat ini kita dapat menemuinya. Adapun bangunan mesjid, semula adalah bangunan rumah panggung yang terbuat dari kayu dan bambu, hingga pada tahun 1941, saat itu dipimpin oleh Kuwu Mintara Sasmita dirubah menjadi bagunan Permanen yang berukuran 11 x 11 M, selanjutnya pada tahun 1969 padamasa kepemimpinan Kuwu Nurpadi Masjid tersebut diperlebar lagi menjadi 24x 18 M, dan pada tahun 1984 pada masa ke pemimpinan Kuwu Djuju M. Zaenudin Masjid tersebut Kembali mengalami perbaikan.
 
Pada tahun 1997 dimasa kepemimpinan kuwu H. Ruslan, masjid desa sukamukti mengalami perombakan secara total (rekontruksi). sehingga mengalami perubahan yang sangat signifikan, dari satu lantai masjid tersebut sekarang menjadi dua lantai dan terlihat cukup megah. Bukan hanya masjid yang mengalami perubahan total, seiring dengan perkembangan jaman dan kebutuhan akan adanya kantor dan bale desa yang memadai, demi menunjang kinerja aparatur pemerintahan desa Sukamukti, maka pada tahun 2012 pada masa kepemimpinan Kuwu Nana Mulyana, perombakan total (rekontruksi) bale desa Sukamukti pun mulai dilakukan, dengan mengerahkan segenap potensi yang ada, didukung oleh swadaya masyarakat yang masih memegang teguh budaya gotong royong.
 
DAFTAR NAMA KUWU/KEPALA DESA SUKAMUKTI
NAMA TAHUN
ARPIAN  
PALAWIRA  
KEBAT  
ENDRI  
SUDANA .... - 1936
H. MINTAR A SASMITA 1936 - 1960
EMO 1960 - 1967
A. NOERPADI 1967 - 1975
SHAMA 1975 - 1978
DJUJU M. ZAENUDIN 1978 - 1985
HJ. EMI 1989 - 1998
H. RUSLAN 1998 - 2006
NANA MULYANA 2007 - 2019